Translate

Jumat, 23 November 2012

Dua Pertanyaan Besar Soal Pembatasan Motor

21 November 2012

SUATU siang saya dimintai komentar wartawan Detikoto.com soal pembatasan motor. “Menurut bro Edo, bagaimana dampaknya pembatasan jarak tempuh motor?” Tanya bro Ikhsan, Selasa (20/11/2012) siang.
Sebelum bro Ikhsan menelepon, hari itu saya lihat ada dua berita terkait yang ditulis Detikoto.com. Satu berita mengutip Bambang S Ervan, kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan. Intinya, aturan pembatasan masih butuh waktu untuk diterapkan dan masyarakat akan dilibatkan untuk sosialisasi.
Berita kedua mengutip Wakil Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Nanan Sukarna. Pada berita ini ditegaskan soal landasan aturan yang berakar pada penurunan angka kecelakaan lalu lintas jalan.
Jangan Balsem
Kepada bro Ikhsan saya utarakan kalimat, jangan memberi balsem untuk penyakit kanker. Salah obat.
Maksudnya begini. Jika pembatasan jarak tempuh sepeda motor dilandasi tingginya keterlibatan pemotor dalam kecelakaan sepanjang arus mudik dan balik Lebaran, mesti ada kajian mendalam.
Sebelum sampai sana, dimulai dengan pertanyaan besar pertama, kenapa pemudik memakai sepeda motor untuk pulang kampung?
Saya menduga, jawaban paling atas adalah karena transportasi publiknya belum memadai. Angkutan yang ada dianggap belum aman, nyaman, selamat, tepat waktu, dan terjangkau.
Rasanya, naluri dasar manusia menginginkan kondisi yang aman dan nyaman. Terlebih soal urusan transportasi. Lantaran kondisi ‘yang terpaksa’ banyak orang memakai motor untuk bepergian selama mudik. Rela menanggung segala risiko.
Untuk soal yang ini, jika pemerintah becus mewujudkan transportasi publik seperti yang diharapkan, pasti terjadi pergeseran moda transportasi. Angkutan yang saya maksud, tak sebatas dari kota ke kota, tapi juga di sekitar desa.
Oh ya, setahu saya rata-rata harian korban tewas selama periode arus mudik dan balik 50-an jiwa. Nah, rata-rata harian sepanjang tahun 80-an jiwa. Artinya?
Pertanyaan besar yang kedua, seberapa besar perbandingan kecelakaan pemotor antar kota berjarak ratusan kilometer dengan pemotor di dalam kota yang berjarak belasan atau puluhan kilometer?
Saya menduga, kecelakaan di dalam kota lebih tinggi. Maksudnya, pemotor yang berlalu lalang dari rumah mau ke kantor, ke kampus, atau aktifitas lain di dalam kota.
Jika pertanyaan kedua ini terjawab secara gamblang, akan membuka wawasan kita semua. Bisa menjadi referensi untuk membuat kebijakan yang tepat.
Terlepas dari kedua pertanyaan besar tersebut, penting bagi para pemotor untuk menerapkan manajemen perjalanan yang sehat. Memiliki kedisiplinan yang tinggi untuk kapan beristirahat dan kapan menunggang si kuda besi. Misal, beristirahat setiap dua jam sekali untuk mengembalikan kebugaran tubuh.
Ada juga sebenarnya pertanyaan menarik, larangan pembatasan jarak tempuh sepeda motor itu cantolannya pada undang undang yang mana yah? (edo rusyanto)
fokus berkendara, tanpa berponsel sambil berkendara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar